Pulau dengan Sejarah yang Terlupakan
Mungkin
bagi warga Medan nama Pulau Kampai terdengar asing. Lain halnya bila
kita menyebut Pulau Samosir. Nama ini sudah lebih melekat di ingatan dan
mungkin Anda beserta keluarga sudah sering berkunjung ke sana.
Pulau
Kampai adalah nama sebuah pulau yang terletak di Kabupaten tingkat II
Langkat, Kecamatan Pangkalan Susu. Bila ingin berkunjung ke sana,
terlebih dahulu Anda harus menuju Pangkalan Susu. Ini membutuhkan waktu
lebih dari dua jam dengan sepeda motor dan kurang lebih tiga jam dengan
bus penumpang dari Terminal Pinang Baris.
Setelah
memasuki Kecamatan Pangkalan Susu, Anda tinggal berjalan kaki saja
untuk masuk ke daerah pelabuhan melalui perempatan Gohor Lama. Di sana
tersedia boat yang seperti sampan menggunakan baling-baling dan speed boat.
Bila Anda menaiki boat, jalur yang ditempuh adalah menuju Pulau Sembilan dan kemudian berakhir di Pulau Kampai. Sedangkan speed boat akan melalui rute yang berawal di Pulau Sembilan menuju Pulau Kampai dan berhenti di Pantai Beraweh.
Menurut Buyung yang biasa membawa penumpang dengan boatnya, jumlah boat ada 15 buah dan speed boat 9 buah. "Transportasi boat dibuka pukul 13.00-16.00. Tapi hari Minggu biasanya sampai pukul 17.00," tambahnya.
Waktu yang dibutuhkan untuk menuju Pulau Kampai dengan menaiki boat
kurang lebih 40 menit. Harganya Rp 10 ribu untuk pulang dan pergi.
Asiknya saat di tengah laut Anda akan melihat ikan-ikan kedra, sejenis
ikan cucut yang melintas dalam perjalanan Anda.
Melewati
Pulau Sembilan, Anda akan merasakan sejuknya angin laut dan indahnya
pemandangan pantai yang tidak akan ditemui di Medan. Setiba di Pulau
Kampai, awalnya Anda mungkin akan merasa asing dan canggung untuk
berinteraksi dengan masyarakat lokal. Tidak perlu merasa segan, karena
masyarakat di sana bersikap ramah dan menghargai pengunjung yang datang.
Ijul, seorang pengendara ojek berkata, "Kami menghargai dan tidak
pernah mengganggu orang yang datang ke Pulau Kampai,".
Pulau
Kampai seluas 700 hektar yang terdiri dari tujuh dusun ini dihuni oleh
1200 Kepala keluarga (KK). Saat ini, jumlah penduduknya kurang lebih ada
4200 jiwa. Suku yang tinggal di sana beragam; ada Jawa, Aceh, Melayu,
perantau dari Malaysia dan Karo. Warga Tionghoa juga ada walaupun
sekarang hanya tinggal 2 KK. Pekerjaan masyarakat di sana adalah petani
dan nelayan.
Pulau Kampai
dikenal sebagai pulau yang menghasilkan terasi. Pembuatan terasi ini
sudah dilakukan sejak jaman Belanda dan dijual ke Medan, Aceh, Jakarta,
bahkan diekspor ke Malaysia dan Serawak. Terasi yang dihasilkan dengan
merek "Cap 77" dan "A Tiga" adalah milik masyarakat Tionghoa. Masyarakat
sekitar yang melakukan aktivitas serupa hanya lima keluarga saja.
Setiba
di Pulau Kampai, Anda akan disambut dengan sebuah gapura bertuliskan
"Selamat Datang di Pulau Kampai". Ketika melewati gapura tersebut, Anda
mungkin tidak menyangka kalau di sana sudah ada Sekolah Dasar dan
lapangan bola tepat di depan mata.
Di
samping penghasil terasi, Pulau Kampai juga terkenal akan kuburan
keramat panjang, kuburan Mas Merah dengan legendanya dan Pantai Pasir
Putih.
Bila Anda ingin
mengunjungi kuburan keramat panjang, Anda tinggal berjalan kaki
kira-kira 300 meter. Di sini Anda akan terheran-heran dengan kuburan
yang panjangnya kurang lebih 6 meter dan yang satunya lagi 4 meter. Di
kedua nisan kuburan ini tidak tertulis nama-nama orang yang meninggal.
Warga percaya kuburan itu sudah ada sebelum jaman penjajahan Belanda.
"Sejak orangtua kami tinggal di sini kuburan itu sudah ada," ujar M.
Buyung Amir, Kepala Desa Pulau Kampai.
Hingga
saat ini, kuburan keramat panjang sering dikunjungi masyarakat sekitar
dan pendatang semata-mata untuk berdoa memanjatkan permohonan. Untuk itu
biasanya seekor kambing dilepas agar doa kelak dapat terkabul.
Untuk melanjutkan perjalanan menuju daerah Pantai Beraweh, jarak yang ditempuh lebih kurang satu kilometer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar